Semua orang pasti punya masa lalu yang kelam ya, kan? Sama juga seperti diriku. Dulu, aku memilih jalan yang salah. Diriku yang dulu penuh dengan kemaksiatan. Dan arah hidupku pun sangat tersesat.
Sering sekali aku mengerjakan yang sudah jelas dilarang oleh Allah, dan tidak menjalankan kewajiban yang telah Allah tetapkan. Aku yang sudah terjun dipergaulan bebas, sudah lupa atas izzah dan iffah-ku sebagai perempuan. Semua bermula saat aku memasuki SMK, sekolah umum yang sama sekali tidak ada basic agamanya. Teman-temanku pun kebanyakan non-islam. Aku fikir, pilihan itu tepat. Karena aku yang dulu hanya memikirkan masa depan yang tidak berujung tentang dunia. Aku ingin menjadi komikus, aku suka sekali menggambar. Tetapi, aku masuk ke lingkungan yang salah. Orang tuaku sudah menyarankan untuk masuk pesantren. Soal cita-cita, bisa dikembangkan lagi setelah lulus. Aku berkata tidak, aku tetap keras kepala atas pilihanku.
“Pokoknya aku mau sekolah sesuai sama kemampuan yang aku punya!” ketusku. Sebenarnya aku sangat kaget saat pertama masuk SMK umum itu, karena berbeda dengan lingkungan SMP ku dulu. Aku dulu bersekolah di SMPIT yang berbasis agama. Kita tidak boleh kenal antara perempuan dan laki-laki. Kelas nya saja terpisah. Yaaa mirip-mirip dikit sama pesantren versi pulang kerumah gitu deh. Teman-teman semasa SMP pun sudah sering mengingatkan agar aku berhati-hati dalam memillih teman.
Setelah aku bisa beradaptasi, aku mulai mengikuti gaya teman-temanku di SMK. Walaupun aku tetap memakai hijab, tetapi tidak sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan. Hijabku selalu aku selempangkan terlalu atas hingga tidak menutupi dada, baju dan celana yang super ketat selalu kupakai supaya sama fashion ku dengan teman-teman SMK. Kewajiban sebagai seorang muslim pun aku lalai! Aku sholat jika ingat saja. Sekali ingin, sholat juga asal-asalan.
Secepat kilat aku kerjakan. Disaat susah, barulah aku ingat padaNya. Dan disaat aku bahagia, aku sangat melupakanNya.. betapa sombongnya diriku saat itu.
Akupun tidak bisa menjaga pandangan, hati, dan lisan. Lisan ku gunakan untuk berkata yang tidak baik. Hati yang aku gunakan hanya untuk mengharapkan makhluk ciptaanNya. Dan pandangan yang selalu aku gunakan untuk melihat yang Allah haramkan.
Aku siap menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengobrol yang tidak ada gunanya, tetapi tidak bisa aku luangkan sedikitpun waktu ku untuk membaca kalamNya. Hafalan yang aku punya hanya sekedar surah pendek juz 30.
Astaghfirullah…
Namun setelah aku lulus, aku tersadar betapa jauhnya diriku dengan sang pencipta. Lalu aku memutuskan untuk tinggal di Rumah Qur’an dan kuliah di lingkungan yang sangat islami. Pertamanya aku malu, gaya berpakaian ku masih belum syar’i sedangkan teman-teman di kampus ku memakai gamis longgar dan hijab yang panjang. Karena rasa malu itupun, aku merubah diri kearah yang lebih baik dikit demi sedikit. Aku memutus hubungan dengan teman-teman semasa SMK. Tak apa aku dianggap sombong sama mereka atau apapun itu. Aku lebih baik sombong kepada makhluk daripada harus sombong kepada Allah.
Lagipula, sudah 3 tahun aku lalui masa kelam itu. Memalukan, menjijikan, rasanya aku tak mau mengingat itu lagi. Kalau sedang bersama teman Rumah Qur’an atau teman kampus, rasanya sungguh menyesal. Mengapa aku dulu harus memilih jalan itu? Ku jadikan itu sebuah pelajaran hidup. Dan rasa sesal ku sirna perlahan, aku lebih banyak bersyukur. Karena dikelilingi oleh teman-teman yang sholehah, menuntunku ke jalan yang benar. Dan aku selalu berdoa semoga Allah selalu meridhoi setiap langkahku.
(Faiqah)