Bulan Syawal 1443 H yang baru saja kita masuki bersamaan dengan perayaan Idul Fitri menjadi titik tolak untuk melanjutkan kegiatan atau amaliyah di bulan Ramadhan yang baru saja kita tinggalkan. Rahmat dan ampunan yang, insya Allah, kita dapatkan di pengujung bulan suci Ramadhan harus senantiasa kita rawat.
"Syawal" berasal dari bahasa Arab, dari akar kata "syala" yang berarti "iftafa'a", yang artinya naik atau meninggi. Orang-orang Arab biasa mengatakan "syala al-mizan" (naik timbangan), seperti dalam kalimat "idza irtafa'a" (apabila ia telah meninggi).
Dari arti kata syawal yang secara etimologi berarti "peningkatan", itu menandakan bahwa target ibadah yang telah tercapai harus senantiasa ditingkatkan lagi pada bulan-bulan berikutnya, terlebih bulan Syawal yang merupakan bulan lanjutan.
Tujuan utama dari ibadah puasa Ramadhan adalah meraih derajat takwa dengan balasan seperti terlahir kembali dari rahim seorang ibu yang masih bersih bak kertas putih. Iman dan takwa yang diimplementasikan melalui upaya peningkatan kualitas pribadi, perolehan ilmu dan ibadah, baik kepada Allah Swt maupun kepada sesama makhluk lainnya.
Beberapa hal yang mendasari penamaan bulan Syawal antara lain: pertama, karena orang-orang beriman yang telah menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan mengharap penuh balasan dan keridhoan Allah Swt . Dengan bekal itu, pesan yang tersirat adalah pentingnya meningkatkan kualitas ibadah dan amaliyah shalihah setelah mendapatkan derajat tersebut.
Hal yang kedua adalah pentingnya orang-orang beriman yang telah mendapatkan derajat takwa tersebut harus dapat mempertahankan kualitas ibadahnya, bukan malah sebaliknya menurun. Sebab, hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
Menimbang akan pentingnya bulan Syawal ini dikarenakan adanya sunnah Nabi yang menganjurkan untuk puasa sunah yang sangat dianjurkan (sunnah muakkad) selama 6 hari, meski tidak berurutan. Allah dan Rasul-Nya memberikan "iming-iming" pahala dengan sabdanya, yang artinya: "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian berpuasa kembali enam hari di bulan Syawal, maka ia seolah-olah berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim No. 1164).*